Bab 32
Bab 32
Bab 32 Belajar Untuk Menerimanya Material © of NôvelDrama.Org.
Tubuh Vivin bergetar. “Kebenaran?”
Finno Mengangguk.
Dengan sedikit gemetar, Vivin bertanya, “Kamu tidak percaya kalau versi yang kamu dengar itulah kebenarannya?”
Vivin menatap lurus kearah mata gelap Finno seolah-olah dia sedang mencari sesuatu dalam tatapannya yang tak dapat dibaca.
Finno membalas tatapan Vivin. Beberapa saat kemudian, Finno akhirnya berkata pelan “Aku tidak berpikir jika kamu adalah seorang wanita yang akan menyerahkan tubuhnya hanya demi
uang.”
Aku tidak berpikir jika kamu adalah seorang wanita yang akan menyerahkan tubuhnya hanya demi uang.
Kata-kata sederhana itu terasa seperti mantra, yang membuat Vivin seketika membeku sangking terkejutnya.
Melihat reaksi Vivin. Finno berpikir kalau penampilannya yang sedang linglung cukup. menggemaskan. Finno tersenyum kecil. “Apa ada yang salah?”
Saat itulah Vivin menyadari reaksinya yang memalukan. Berusaha mengalihkan pandangannya. dia berkata, “Bukan apa-apa. Aku hanya sedikit terkejut.”
Saat Finno terus menatapnya, suaranya menjadi lebih berat dan dalam. “Jadi? Apa kamu mau memberi tahuku, Vivin?”
Ketika Vivin kembali mengingat apa yang terjadi pada tahun itu, wajah Vivin seketika memucat.
Melihat wajah Vivin yang memucat dengan alis yang gemetar, hati Finno tiba-tiba terasa sakit. Dia
pun berkata, “Jika kamu belum siap mengatakannya, tidak apa-apa.”
“Tidak, aku akan memberitahumu semuanya.” Vivin mengambil napas dalam-dalam, dan mengangkat kepalany dan menatap Finno dengan mata cerah. “Dua tahun lalu, aku menghadiri sebuah jamuan makan di perusahaan tempatku magang. Entah kenapa, aku mabuk sesaat setelah meminum satu gelas sampanye. Seseorang kemudian membawaku ke kamar hotel dan.. dan…”
Ketika dia mencapai pada kalimat itu, dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Melihat reaksi Vivin, tatapan Finno berubah serius. “Apa yang terjadi?”
Suara Finno berubah menjadi lebih tegas. Melihat konidisi Vivin masih terdiam, dia mengulangi lagi kalimatnya dengan lebih jelas, “Vivin, kamu harus belajar bagaiman cara menghadapinya.”
Tubuh Vivin bergetar. Sembari mengigit bibirnya, dia berhasil untuk kembali melanjutkan ceritanya. “Seseorang menaruh obat di sampanye itu. Begitulah cara seorang lelaki tua yang
berusalan lebih dari enam puluh tahun mengambil keperawananku.”
Setelah mengatakan semuanya, Vivin merosot di sofa seolah-olah tubuhnya tidak lagi memiliki kekuatan.
Melihat wajah Vivin yang pucat, Finno sudah tidak tahan lagi. Dia langsung berdiri dari kursi rodanya, duduk disampingnya dan dengan lembut mendekapnya ke dalam pelukannya.
“Sekarang semuannya akan baik-baik saja.” Suaranya yang dalam memiliki cara tersendiri untuk menenangkan orang lain. “Itu semua hanyalah masa lalumu. Jika kamu ingin menangis, menangislah.”
Ketika Vivin bersandar di bahunya yang hangat dan bidang, dia merasa jiwanya telah meniggalkan tubuhnya. Bukannya menangis, dia justru menggelengkan kepalanya dengan perasaan hampa. “Tidak ada yang perlu ditangisi lagi. Itu semua masa lalu.”
Justru reaksi Vivin menyeBabkan hati Finno lebih sakit dari pada jika dia menangis. Menatap wajahnya yang masih pucat, dia tidak tahan untuk tidak bertanya, “Bagaimana bisa kamu tahu. kalau dia adalah seorang lelaki tua yang berusia lebih dari enam puluh tahun?”
Vivin mengejap. “Saat aku dibius, aku tidak begitu ingat dengan apa yang terjadi malam itu, bahkan pria itu. Ketika aku bangu, dia sudah pergi. Ada amplop berisi uang tunai yang ditinggalkanya di meja samping tempat tidur. Aku bertanya kepada penjaga pintu dan mereka memberitahuku kalau pria yang menginap dikamar itu adalah seorang pria tua yang berusia lebih dari enam puluh tahun. Tidak berakhir disitu. Seseorang kemudian melaporkanku ke kampus, menuduhku memberikan pelayanan seksual.”
Bayangan ketika semua orang melontarkan penghinaan padanya kembali kedalam ingatannya. Bahkan sekarang, Vivin
sih tidak berani bertemu dengan teman-temannya karena mereka pasti akan mencaci makinya sebagai orang yang tidak tahu malu.
Vivin berpikir kala
dia tidak akan punya keberanian untuk menceritakan kejadian ini lagi. Akan tetapi, untuk beberapa alasan, Vivin memiliki kekuatan untuk menceritakan semuanya saat dia berada dalam pelukkan Finno.
Mendengarkan keseluruhan cerita Vivin, seketika kemarahan nampak di mata Finno. Dia bertanya dengan suara yang dalam mengancam, “Dimana hotel itu?